misalnya kita tak sempat lagi memilih kata
dan berjabat mata di lorong kampus ini, seperti pertama
saat gurun yang hujan itu kau tetapkan
membanjiri gegap dan gugupku
mendekap keasingan yang kupasang
dan kusangsikan ada juga padamu
saat nama yang kau tulis di selembar kecanggungan
kusalin meriah dengan darah
tak lagi membuat tanganmu gemetar
keras deburan debar di dada kita tak lagi terdengar
masihkah kau akan menemuiku di lorong sepi sebuah puisi
yang dituliskan waktu, menjadikan pertemuan kita abadi
Bandung, Desember 2018